Pengantar
Pemikiran-pemikiran Plato yang sebagian besar karya-karyanya dituangkan dalam bentuk dialog seperti Alcibiades, Phaedo, Republic, Phaedrus dan karya-karya lainnya bukanlah karya-karya yang secara mudah dapat dipahami begitu saja. Salah satu karya besarnya yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Timaeus. Timaeus adalah sebuah echos-mithos (mitos yang seperti benaran) sebenarnya merupakan dialog yang mau menjelaskan terjadinya alam semesta (terjadinya dunia). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Timaeus adalah Kitab Suci orang-orang pagan (Yunani Kuno) yang bercerita tentang proses terbentuknya dunia (cosmos).
Namun Timaeus adalah sebuah dialog yang sulit karena banyak menimbulkan kontradiksi dan penafsiran yang berbeda-beda atasnya,[1] hal ini diakui Robinson, the Timaeus, one of the two or three most influential of Plato’s dialogues, is also the one which has lent itself to the most contradictory interpretations.[2] Pernyataan Robinson di atas menunjukkan bahwa Plato adalah filsuf besar yang pengaruhnya dalam sejarah filsafat hingga saat ini masih terasa. Dengan kata lain hampir semua filsuf berfilsafat dengan gaya Plato, hal ini dikuatkan dengan pernyataan Alfred North Whitehead (yang juga berhutang pada pemikiran Plato) yang mengatakan bahwa the safest general characterization of european philosophical tradition is that it consists of a series of footnotes to Plato.[3] Untuk itu pembahasan Timaeus dalam tulisan ini akan lebih difokuskan pada proses terbentuknya “tubuh dunia, jiwa dunia, dan jiwa manusia” yang dibuat oleh Demiurge.
Sekilas Tentang Alam Semesta
Dialog Timaeus didahului dengan doa yang dipanjatkan kepada dewa-dewi atau Tuhan agar pembicaraan mengenai apa itu dunia (universum) dan bagaimana dunia terjadi dapat memuaskan dewa-dewi/Tuhan dan juga memberikan hasil yang memuaskan bagi mereka (Sokrates dan Timaeus).[4] Dalam Timaeus, kita dapat melihat ada 3 (tiga) premis tentang dunia: (1) dapat dilihat, diraba, dan memiliki tubuh. Dengan kata lain bersifat indrawi.[5] (2) segala sesuatu yang menjadi (becoming), pasti ada penyebabnya (the maker and father).[6] (3) Apa yang dibuat oleh pembuat itu bersifat baik, bila dibuat setelah adanya yang abadi. Dunia itu baik karena itu ia memiliki model yang abadi. Dunia indrawi tidaklah lebih baik daripada dunia abadi karena dunia indrawi hanyalah tiruan dari dunia abadi.[7]
Dari ketiga premis di atas, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya motivasi terjadinya dunia itu disebabkan karena pembuat (maker) atau Bapa (father) adalah baik, tidak cemburu, ia ingin agar apa yang dimilikinya itu, diberikan pada yang lain agar yang lain itu memiliki apa yang dimiliki oleh-Nya, meskipun tidak sama dengan-Nya. Namun yang terpenting dari kosmologi Plato adalah bahwa dunia (cosmos) tidak diciptakan dari kekosongan (creatio ex nihilo), maker bukanlah creator ex nihilo karena dia sudah ada bersama-sama dengan dunia dan ia membuat cosmos dari bahan-bahan yang sudah ada bersama-sama dengannya.
Proses Pembentukan Tubuh Dunia
Seperti sudah dikatakan di atas bahwa dunia dalam kosmologi Plato bukanlah sesuatu yang diciptakan dari kekosongan melainkan dunia diciptakan dari bahan-bahan yang memang sudah ada bersama “pembuatnya.” Proses pembentukan (fabrikasi) tubuh dunia (world body) dibuat oleh Demiurge dari empat unsur yang ada, keempat unsur itu adalah api, udara, air, dan tanah. Keempat unsur pembentuk tubuh dunia ini harus dibayangkan sebagai bahan-bahan yang siap dibentuk oleh builder’s hand.[8]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang muncul atau yang dibentuk harus bertubuh, kelihatan dan nyata, dan tidak ada yang dapat kelihatan tanpa api atau nyata tanpa sesuatu yang solid, dan tidak ada yang solid tanpa tanah (Tim, 31B 1-4). Akhirnya terbentuklah tubuh dunia (world body) yang merupakan karya Demiurge dari hasil campuran keempat bahan dasar di atas.[9]
Proses Pembentukan Jiwa Dunia
Pembicaraan mengenai jiwa dunia (world soul) merupakan salah satu tema yang paling menarik dalam Timaeus.[10] Dunia menerima jiwanya dari Demiurge, di mana Demiurge membentuk jiwa dunia dari 3 (tiga) bahan dasar. Ketiga bahan dasar itu adalah intermediate existence, intermediate sameness, dan intermediate difference,[11] pencampuran ketiga bahan dasar inilah yang kemudian menghasilkan jiwa dunia. Karena jiwa dunia dibuat Demiurge dan merupakan hasil kontemplasi dari dunia ide, maka jiwa dunia ini bersifat baik, kekal seperti halnya dunia ide, jiwa dunia bersifat immortal.
Proses Pembentukan Jiwa Manusia
Setelah membentuk jiwa dunia yang bahan dasarnya merupakan hasil kontemplasi Demiurge terhadap dunia ide, maka langkah berikutnya adalah pembentukan jiwa manusia. Namun dalam pembentukan jiwa manusia ini, Demiurge tidak berperan secara utuh. Artinya, dalam dialog ini (Timaeus) kita akan melihat bahwa tidak semua jiwa (manusia) itu kekal atau immortal. Pernyataan ini sebenarnya mau memperlihatkan bahwa jiwa manusia sesungguhnya terdiri dari dua bagian, ada bagian yang immortal dan ada bagian yang mortal.
Bagian yang immortal dibentuk oleh Demiurge dari bahan yang sama, bahan yang dipakai untuk membentuk jiwa dunia. Proses pembentukannya pun sama, dan dalam tubuh manusia,[12] letaknya pada bagian kepala (logosticon). Sedangkan bagian mortal dari jiwa manusia yang letaknya di bawah kepala (thymos) dan di bawah perut (epithumia) tidak dibuat oleh Demiurge tetapi dibuat oleh pembantu Demiurge dari hasil endapan atau sisa dari hasil pembentukan jiwa dunia.[13]
Penutup
Timaeus adalah dialog yang memberikan pemahaman yang baru kepada kita khususnya tentang jiwa manusia karena ternyata ada juga jiwa yang tidak abadi. Namun pertanyaannya adalah apakah memang jiwa dapat mati? Sulit dibuktikan.
Catatan:
[1] Lihat: Robinson, T. M, Plato’s Psychology, Canada: University of Toronto, 1995, hlm. 62. (Para pengikut Plato terpecah menjadi dua bagian, Plutarch – yang beranggapan bahwa dunia itu berawal, memiliki awal – dan Proclus – yang beranggapan bahwa dunia itu kekal, tidak memiliki awal – )
[2] Ibid, hlm. 59[3] Whitehead, Alfred North., Process and Reality:An Essay in Cosmology, New York: The Free Press, 1979, hlm. 39
[4] Lihat: Timaeus, 27C 3-8). (We who are now to discourse about the universe, how it came into being, or perhaps had no beginning of existence – must, if our sense be not altogether gone astray, invoke gods and goddesses with a prayer that our discourse throughout may be above all pleasing to them and in consequence satisfactory to us)
[5] Robinson, T. M, Plato’s Psychology, Canada: University of Toronto, 1995, hlm. 66 (The world is a thing that can be seen and touched, and possess body, and all such thing are sensible). Lihat juga: Timaeus, 28B
[6] Ibid, (That we becomes, we say, must necessarily become by the agency of some cause). Lihat juga: Timaeus, 28C 3-5.
[7] Cornford, Francis MacDonald, Plato’s Cosmology, Indianapolis: The Bobbs-Merrill, 1973, hlm. 21
[8] Ibid, hlm. 43. (The primary bodies are here imagined as materials ready to be put together by the builder’s hand)
[9] Proses pencampuran keempat unsur ini dapat dilihat pada: Timaeus, 32B 2-8[10] Robinson, T. M, Plato’s Psychology, Canada: University of Toronto, 1995, hlm. 60 (of the many important cosmological and psychological questions raised in the Timaeus one of the most absorbing is that of World Soul)
[11] Ketiga bahan dasar ini merupakan hasil kontemplasi Demiurge dari dunia ide, di mana intermediate existence merupakan hasil tengah-tengah dari indivisible existence dan divisible existence, begitu juga dengan intermediate sameness dan intermediate difference, merupakan hasil tengah-tengah dari indivisible sameness, divisible sameness, dan indivisible difference, divisible difference. (Lihat: Cornford, hlm. 61 dan Robinson, hlm. 70-71)
[12] Robinson, T. M, Plato’s Psychology, Canada: University of Toronto, 1995, hlm. 85. (it is made with the same ingredients, and blended in much the same way as the ingredients which had gone to form World Soul: intermediate existence, intermediate sameness, intermediate difference)
[13] Cornford, hlm. 279 dan Timaeus, 69
0 komentar:
Posting Komentar